Titik Balik Si Tejo
Ke
mana pun melangkah hampir pasti ia membuat masalah. 99 % orang yang melihatnya
mengelus dada dan ingin menamparnya. Selalu ada saja ulahnya yang bikin enek.
Dan, kejadian bakda zuhur itu mungkin terjadi klimaksnya. Seluruh warga
Banyuurip geger. Lelaki itu adalah Tejo. Tejo merupakan anak tunggal dari suami
istri Pak Harun dan Bu Marni. Pada wak
tu
itu, bakda zuhur, Tejo hendak pergi ke warung pojok desa. Ia ingin membeli
rokok. Setelah sampai di warung, terlihat bocah sedang membeli roti dan
beberapa permen. Kemudian bocah itu pulang dengan membeli jajanan yang
dibelinya. Tejo meminta kepada penjual untuk mengambilkan 1 bungkus rokok, dan
ia pun membayarnya. Ia kembali berjalan menuju ke rumahnya. Sesampainya di
tengah jalan, ia melihat bocah yang di warung tadi mengendarai sepeda
dari arah depan. Saat berpapasan dengan Tejo, tidak sengaja roda depan bocah
itu menelindas kerikil dan akhirnya sepeda itu terguling bersama si bocah
menubruk Tejo. Bocah itu adalah anak desa sebelah yang bernama Deni. Tejo
bangun dari jatuhnya karena tertubruk sepeda, sedangkan Deni menangis
ketakutan. Kemudian Tejo menanyai Deni dengan muka merah.
“Hei
bocah, kalau main sepeda lihat jalanan dong !”
“Huu..hu..
“ tangis Deni yang tidak menjawab pertanyaan Tejo.
Kemudian
tejo menyeret tangan Deni dengan kasar dan membawanya ke pinggir jalan.
“Siapa
bapakmu ! punya anak nggak dipeduliin.” Bentak Tejo.
Deni
kembali menangis. Malahan tangisnya semakin keras karena ia ketakutan.
Tidak
sengaja, orang-orang yang melihat kejadian itu ada yang mengetahui Deni. Deni
diantarkan oleh seseorang, sedangkan Tejo mengikutinya dan ingin menemui
bapaknya Deni. Sampai di rumah Deni, Tejo tanpa ragu masuk ke dalam rumah dan
langsung menghantam Pak Edi, bapak dari Deni. Sambil berseru,
“Ooo,,
ternyata kamu bapaknya bocah ini.”
“Eh
, ada apa ini kok tiba-tiba marah-marah gini.”
“Ahh..
banyak ngomong !”
Tejo
terus menghajar Pak Edi, hingga tetangga mendengar teriakan-teriakan amarah
mereka. Kemudian, orang-orang menuju rumah Pak Edi dan memisah perkelahian di
antara Pak Edi dan Tejo. Setelah keadaan ditenangkan oleh Pak RT, Pak Edi
bertanya kepada Tejo.
“Mas,
sebenarnya ada kesalahan apa dengan anak saya,” tanya Pak Edi dengan tenang.
Salah
seorang yang ada di rumah Pak Edi itu melihat kejadian awal yang dialami Deni
dengan Tejo. Kemudian, ia menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi.
Keadaan masih panas karena mereka heran dengan Tejo yang tingkah lakunya seperti
anak kecil. Emosinya mudah memuncak.
Akhirnya,
Pak RT membawa Tejo kerumahnya. Sampai di rumah Tejo, Pak RT menceritakan
kejadian yang dialami Tejo kepada orang tuanya. Orang tua Tejo juga tidak
mengerti apa yang terjadi pada anaknya, Tejo.
“Mari
Pak Harun, saya mau pamit dulu,” kata pak RT.
“Terimakasih
Pak RT, sudah menghantarkan anak saya. “
“Sama-sama
Pak Harun, assalamualaikum.”
“waalaikumsalam,”
jawap Pak Harun dan Bu Marni.
Keesokan
harinya, Pak Harun dan Bu Marni membawa Tejo kerumah sakit jiwa untuk
memeriksakan kejiwaan Tejo. Ternyata, dokter menemukan kejanggalan yang ada
pada kesehatan jiwanya. Akhirnya dokter memberikan beberapa saran kepada orang tua
Tejo antara lain, lebih memperhatikan dan memberi kasih sayang yang lebih. Hal
ini bertujuan agar Tejo mersa nyaman dan senang tinggal di rumah. Kemudian,
dokter juga menyarankan untuk memberi asupan rohani berupa kegiatan
maengaji, shalat berjamaah dan lain-lain untuk memberikan ketenangan jiwa dan
pikirannya. Saran terakhir yang diberikan dokter yaitu Tejo harus berbaur
kepada masyarakat yang baik, mengikuti kegiatan gotong royong, dan lain-lain
agar mendapatkan rasa sosialisasi.
Setelah
beberapa Minggu Tejo rutin melaksanakan saran dokter, akhirnya ia menjadi
seseorang yang menjadi sanjungan orang-orang.
oKE, MAKASIH SUDAH BISA DILIHT DI GOOGLE
BalasHapus