Kamis, 12 Maret 2015

Cerpen berisikan teks prosedur kompleks


         
Titik Balik Si Tejo
Ke mana pun melangkah hampir pasti ia membuat masalah. 99 % orang yang melihatnya mengelus dada dan ingin menamparnya. Selalu ada saja ulahnya yang bikin enek. Dan, kejadian bakda zuhur itu mungkin terjadi klimaksnya. Seluruh warga Banyuurip geger. Lelaki itu adalah Tejo. Tejo merupakan anak tunggal dari suami istri Pak Harun dan Bu Marni. Pada wak
tu itu, bakda zuhur, Tejo hendak pergi ke warung pojok desa. Ia ingin membeli rokok. Setelah sampai di warung, terlihat bocah sedang membeli roti dan beberapa permen. Kemudian bocah itu pulang dengan membeli jajanan yang dibelinya. Tejo meminta kepada penjual untuk mengambilkan 1 bungkus rokok, dan ia pun membayarnya. Ia kembali berjalan menuju ke rumahnya. Sesampainya di tengah jalan,  ia melihat bocah yang di warung tadi mengendarai sepeda dari arah depan. Saat berpapasan dengan Tejo, tidak sengaja roda depan bocah itu menelindas kerikil dan akhirnya sepeda itu terguling bersama si bocah menubruk Tejo. Bocah itu adalah anak desa sebelah yang bernama Deni. Tejo bangun dari jatuhnya karena tertubruk sepeda, sedangkan Deni menangis ketakutan. Kemudian Tejo menanyai Deni dengan muka merah.
“Hei bocah, kalau main sepeda lihat jalanan dong !”
“Huu..hu.. “ tangis Deni yang tidak menjawab pertanyaan Tejo.
Kemudian tejo menyeret tangan Deni dengan kasar dan membawanya ke pinggir jalan.
“Siapa bapakmu ! punya anak nggak dipeduliin.” Bentak Tejo.
Deni kembali menangis. Malahan tangisnya semakin keras karena ia ketakutan.
Tidak sengaja, orang-orang yang melihat kejadian itu ada yang mengetahui Deni. Deni diantarkan oleh seseorang, sedangkan Tejo mengikutinya dan ingin menemui bapaknya Deni. Sampai di rumah Deni, Tejo tanpa ragu masuk ke dalam rumah dan langsung menghantam Pak Edi, bapak dari Deni. Sambil berseru,
“Ooo,, ternyata kamu bapaknya bocah ini.”
“Eh , ada apa ini kok tiba-tiba marah-marah gini.”
“Ahh.. banyak ngomong !”
Tejo terus menghajar Pak Edi, hingga tetangga mendengar teriakan-teriakan amarah mereka. Kemudian, orang-orang menuju rumah Pak Edi dan memisah perkelahian di antara Pak Edi dan Tejo. Setelah keadaan ditenangkan oleh Pak RT, Pak Edi bertanya kepada Tejo.
“Mas, sebenarnya ada kesalahan apa dengan anak saya,” tanya Pak Edi dengan tenang.
Salah seorang yang ada di rumah Pak Edi itu melihat kejadian awal yang dialami Deni dengan Tejo. Kemudian, ia menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi. Keadaan masih panas karena mereka heran dengan Tejo yang tingkah lakunya seperti anak kecil. Emosinya mudah memuncak.
Akhirnya, Pak RT membawa Tejo kerumahnya. Sampai di rumah Tejo, Pak RT menceritakan kejadian yang dialami Tejo kepada orang tuanya. Orang tua Tejo juga tidak mengerti apa yang terjadi pada anaknya, Tejo.
“Mari Pak Harun, saya mau pamit dulu,” kata pak RT.
“Terimakasih Pak RT, sudah menghantarkan anak saya. “
“Sama-sama Pak Harun, assalamualaikum.”
“waalaikumsalam,” jawap Pak Harun dan Bu Marni.
Keesokan harinya, Pak Harun dan Bu Marni membawa Tejo kerumah sakit jiwa untuk memeriksakan kejiwaan Tejo. Ternyata, dokter menemukan kejanggalan yang ada pada kesehatan jiwanya. Akhirnya dokter memberikan beberapa saran kepada orang tua Tejo antara lain, lebih memperhatikan dan memberi kasih sayang yang lebih. Hal ini bertujuan agar Tejo mersa nyaman dan senang tinggal di rumah. Kemudian, dokter juga menyarankan untuk memberi asupan rohani  berupa kegiatan maengaji, shalat berjamaah dan lain-lain untuk memberikan ketenangan jiwa dan pikirannya. Saran terakhir yang diberikan dokter yaitu Tejo harus berbaur kepada masyarakat yang baik, mengikuti kegiatan gotong royong, dan lain-lain agar mendapatkan rasa sosialisasi.
Setelah beberapa Minggu Tejo rutin melaksanakan saran dokter, akhirnya ia menjadi seseorang yang menjadi sanjungan orang-orang.

1 komentar: